“Dan janganlah kamu campur-adukkan kebenaran dan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya,” (Al- Baqarah: 42).
DALAM ayat ini para pendeta bangsa Yahudi mendapatkan peringatan keras, karena perbuatannya mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan. Yang dimaksud dengan mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan ialah merubah ayat Taurat maupun Injil, sehingga tidak lagi dapat dibaca maksud aslinya.
Misalnya, mereka telah merubah kata Muhammad dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Ibrani dengan kata “Paraclet” yang artinya orang yang punya sifat terpuji. Walaupun kata “Paraclet” sama artinya dengan kata “Muhammad” tetapi perubahan kata tersebut menimbulkan pengertian yang kabur. Akibatnya nama yang telah tegas disebut dengan kata “Muhammad” menjadi sulit untuk dimengerti orang dan lenyaplah kebenaran yang dikehendaki.
Ayat ini pun menjelaskan cara pendeta Yahudi melakukan perbuatan-perbuatan sesat dan menyesatkan. Kitab Suci Taurat dan Injil yang ada pada mereka hal-hal sebagai berikut:
- Mengingatkan tentang munculnya Nabi-nabi palsu di tengah-tengah mereka, dan terjadi pada rnereka keanehan-keanehan yang mengejutkan hati.
- Allah akan membangkitkan seorang Nabi dari keturunan Ismail di tengah- tengah mereka, dia akan mendirikan satu ummat, dia adalah anak keturunan Hajar. Dan Allah terangkan tandatanda Nabi keturunan Ismail ini dengan te- rang, tidak samar sedikit pun dan tidak kabur.
Lalu para pendeta dan para rahib mengaburkan hal ini kepada masyarakat dengan menukar yang benar dengan kebatilan. Mereka kaburkan kepada masyarakat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah di antara Nabi-nabi yang diterangkan oleh Taurat tanda-tanda kepalsuannya. Mereka sembunyikan sifat-sifat yang sesuai dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah rnereka ketahui.
Mereka sembunyikan pula pengetahuan mereka tentang sifat-sifat para Nabi yang jujur dan cara mereka mengajak manusia ke jalan Allah. Mereka menolak jalan yang lurus dengan tidak mau beriman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dengan menambahkan keterangan-keterangan dusta, tradisi-tradisi, bid’ah yang dibuat berdasarkan takwil dan mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan sebagian orang-orang dahulu yang mereka jadikan sumber agama. Dan beralasan bahwa orang-orang dahulu lebih mengerti maksud ucapan para Nabi dan lebih fanatik sikapnya dalam mengikuti mereka.
Karena itu, maka bagi orang-orang yang datang kemudian, hendaklah mengikuti ucapan mereka itu, bukan sabda para Nabi yang sulit kita mengerti. Begitulah anggapan mereka.
Tetapi alasan ini tidak diterima Allah, dan dinyatakan sebagai perbuatan mencampuradukkan dan menyembunyikan kebenaran yang ada dalam Taurat sampai saat kita ini. Begitu juga “Allah tidak menerima ulama yang datang kemudian dari agama dan syari’at apapun yang meninggalkan kitab-Nya “dan mengikuti ucapan ulama dahulu dengan alasan seperti di atas.
Semua yang diketahui berasal dari kitab Allah wajib kita amalkan dan kalau ada sesuatu yang tidak kita mengerti, hendaklah bertanya kepada ahlinya. Jika kita sudah mengerti dan mengetahui, maka wajiblah kita amalkan.
Ayat ini sekali pun khusus tertuju kepada Bani Israil, namun dapat mencakup semua orang yang berbuat seperti mereka. Karenanya orang yang menerima suap untuk mengubah kebenaran dan membatalkannya atau menolak memberitahukan apa yang wajib diberitahukan, atau menyampaikan ilmu yang wajib disampaikannya, tetapi hanya mau kalau diberi upah, maka perbuatan-perbuatan tersebut termasuk dalam ketentuan ayat ini. [islampos/Sumber: 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur’an, Karya: Syaikh Mustafa Al-Maraghi]