Saya sering mendapat pertanyaan dengan nada kuatir, apakah liqo’ (istilah lainnya: mentoring, halaqoh, usroh, pengajian kelompok, dinamika kelompok, ta’lim, tarbiyah, dan lain-lain) membuat pesertanya menjadi eksklusif, bahkan radikal?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita mulai dari definisi liqo’ itu sendiri. Mentoring atau liqo’ adalah wadah bagi sekelompok orang (biasanya tidak lebih dari 15) untuk mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai tertentu yang dibimbing oleh seorang mentor (istilah lainnya : murobbi, naqib, pembina, pembimbing, ustadz, dll).
Dalam literatur dikatakan, mentoring sebagai proses yang menggunakan berbagai aspek termasuk kemahiran oleh orang yang berpengalaman melalui bimbingan, pendidikan dan latihan kepada orang lain bagi tujuan pembelajaran (Shahizan Hasan dan Tsai Chen Chien).
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa semua kumpulan di masyarakat asalkan ada seseorang yg bertindak sebagai mentor dan mereka bertemu rutin untuk mencapai tujuan tertentu bisa disebut dgn mentoring.
Sejak kapan mentoring ada di dunia ini? Wallahu’alam. Namun sebagian ulama siroh meyakini bahwa Rasulullah saw juga menerapkan mentoring sebagai salah satu metode dakwahnya, baik di periode Mekah maupun Madinah.
Misalnya, ketika beliau saw mengumpulkan para sahabat di rumah Arqom bin Abil Arqom untuk mengaji rutin di awal kerasulan beliau. Atau ketika beliau membuka ta’lim di Mesjid Nabawi setelah futuh Mekah.
Jadi jika ada yg mengatakan bahwa mentoring (liqo’) adalah metode dakwah khusus milik jama’ah Ikhwanul Muslimin maka itu keliru.
Bahkan saya pernah membaca sebuah buku (lupa judulnya) yg mengatakan bahwa Hasan al Banna (pendiri IM) sebenarnya mencontoh tarbiyah untuk anggota IM dari partai komunis yg waktu itu sedang jaya di berbagai belahan dunia.
Anggota partai komunis (termasuk Partai Komunis Indonesia) dikenal teguh karena mereka menggunakan sistem sel (mentoring) dalam pengkaderan anggotanya.
Jadi liqo’ sebenarnya adalah wadah pembelajaran yg universal dan fleksibel. Contoh di dunia bisnis, sudah lama dikenal betapa pentingnya mentoring dan coaching jika seseorang ingin sukses dalam berbisnis.
Di agama Kristen, ada pembinaan remaja di gereja-gereja tertentu dgn sistem mentoring. Saya pernah melihat berbagai kumpulan mentoring Kristen waktu berkunjung ke Victoria Park, Hongkong.
Konon gerakan Iluminati Yahudi juga menggunakan mentoring bagi anggotanya. Bahkan kelompok teroris di berbagai belahan dunia juga menggunakan mentoring untuk mengkader anggotanya.
Di Indonesia, bukan hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yg menerapkan mentoring untuk anggotanya. Tapi juga HTI (sekarang sudah menjadi organisasi terlarang), jama’ah tabligh, LDII, salafi, Wahdah Islamiyah, dll.
Di pesantren klasik NU, sudah lama dikenal istilah halaqoh (mentoring). Dimana sang kyai berkumpul dgn beberapa santrinya membahas kitab kuning tertentu. Kelompok anak-anak muda yg berkumpul sesuai dgn minatnya juga bisa disebut kelompok mentoring untuk mengeksistensikan kelompok tsb.
Jadi sekali lagi, mentoring atau liqo’ adalah wadah universal yg lintas agama, tempat, waktu dan nilai pembelajaran. Mentoring dikenal memiliki kelebihan dibanding pembelajaran klasik.
Sistem mentoring membuat hubungan yang intens dan emosional antara mentor dgn peserta yg jumlahnya terbatas, sehingga arahan bisa lebih cepat mempengaruhi peserta.
Saking efektifnya mentoring sampai digunakan juga oleh dunia kejahatan. Kelompok mafia menggunakan sistem sel (mentoring) untuk mengamankan jaringannya.
Kelompok kriminal jalanan seperti maling, copet, juga menggunakan “mentoring” untuk melatih kemahiran mereka melakukan kejahatan yg dibimbing oleh yg berpengalaman.
Kembali pada pertanyaan diatas, apakah liqo’ alias mentoring bisa membuat pesertanya menjadi eksklusif, bahkan radikal? Maka jawabannya adalah tergantung ia ikut mentoring apa.
Sebagai wadah, mentoring bisa dibuat “sekehendak” pendiri/penggagasnya dgn cara membuat konten (kurikulum pembelajaran) mentoring. “Warna” mentoring juga sangat tergantung dari nilai-nilai yg dianut mentornya (yang biasanya memegang kendali penuh dalam mentoring).
Namun satu hal yg disepakati. Bahwa mentoring (berdasarkan lintasan fenomena di atas) memang diakui sebagai wadah pembelajaran yg efektif untuk menanamkan dan menyebarluaskan nilai-nilai tertentu (kaderisasi).
Sebagai pemerhati mentoring (saya membuat tiga buku yg khusus membahas mentoring), saya merasa bersyukur bahwa saat ini mentoring sebagai wadah yg efektif untuk pembelajaran semakin meluas penerapannya, bahkan sampai ke kantor-kantor pemerintah dan swasta.
Semoga dengan semakin meluasnya mentoring atau liqo’ yang baik, maka diharapkan pembangunan SDM di Indonesia semakin maju dan berkualitas.
Sebab dari mentoring akan lahir orang-orang yang memiliki nilai-nilai spiritualitas, integritas, profesionalitas dan inklusifitas yang tinggi untuk membangun kejayaan Indonesia.
Note : Jika sahabat ingin ikut mentoring, carilah mentoring atau liqo’ yang baik, yang tidak mengajarkan ekslusifitas dan radikalisme.