Pada suatu hari saya bercerita dengan salah seorang kerabat yang telah menghatamkan hafalan Qur’annya dan saat ini sedang muroja’ah (proses mengulang hafalan) agar hafalannya menjadi lebih kuat.
Singkat cerita saya pernah mendengar kalau kerabat saya ini ingin segera melangsungkan pernikahan dengan seorang akhwat yang dikaguminya dengan mencoba melamar , disela-sela obrolan saya tanyakan padanya.
“…….oh ya kapan neh undangannya ?
Sambil tersenyum dan menarik nafas, …”dipending” begitu ucapnya.
“Maksudnya (saya coba tanyakan ulang) sambil mengkerutkan dahi saya 5 cm karena sedikit heran dengan jawabannya.
Dipending selama-lamanya…begitu ucapnya menjawab pertanyaan dari saya.
“Hmmmmm saya pun menarik nafas panjang lalu saya tambahkan…karena materi yaaaa orangtua si akhwat menolak ?Bukan…… jawabnya singkat.
“lalu karena apa (saya tanyakan lagi) ?….
Kerabat saya pun menjawab dengan membesarkan hatinya….karena dia (akhwat) masih mempunyai kakak perempuan yang belum menikah !
“Oh ya….emangnya berapa umur calon kamu sekarang ? (begitu tanya saya sambil menyimpan rasa penasaran dan tidak mengerti dengan fenomena ini)
29 tahun…..!!!
“Hmmmmm….Allahu Al Musta’an
Dari obrolan singkat bersama kerabat saya tadi akhirnya saya coba berbagi dengan rekan-rekan saya di media sosial perihal fenomena telat nikah yang sering terjadi, berharap ada masukan dan saran guna menjadikan sebuah solusi untuk menjawab setiap permasalahan yang sering terjadi di masyarakat, agar kita semua bisa mengambil pelajaran yang bermanfaat.
Tanggapan pun beragam mulai dari mereka yang terheran-heran sampai ada yang menyayangkan kejadian tersebut terjadi, anggap lah kejadian ini mewakili dari sekian banyak fenomena telat nikah seseorang yang sedang galau.
- Rekan saya bernama Febiansyah seorang Mahasiswa di Universitas Su Moon di Korea Selatan pun tak banyak berkomentar, ia hanya menanggapi fenomena ini dengan tulisan..”Hmmmmmmm”
- Salah seorang rekan saya yang lain bernama Sukmahadi yang sedang menuntut ilmu agama Islam di Universitas Sidi Muhammad Bin Abdullah negeri seribu benteng Maroko pun berkomentar.
“Sungguh miris, ternyata di era modern seperti sekarang ini masih ada yang percaya hal seperti itu. Seharusnya kalau menurut tuntunan syariat Islam, kalau memang sudah mampu dzohir dan bathin maka wajib hukumnya untuk menikah”.
- Komentar lain ditambahkan oleh rekan saya bernama Ardan yaitu mahasiswa di Universitas Ummul Quro Mekah Arab Saudi.
“Yang laki-laki menggantung jadinya…”
“Sedangkan yang akhwat semakin terluka….”
“Sedangkan orang tua sang akhwat? sepertinya butuh ditarbiyah (pendidikan) lagi kali ustad….(begitu komentar dari rekan saya)
Ditambahkannya lagi masih oleh rekan saya Ardan…
“Orangtuanya keras, saya pernah menemukan kasus yang sama persis seperti ini juga, bahkan lelaki yang datang melamar akhwat itu sampai tidak mau ditemui oleh wali dari akhwat itu”.
“Alasannya sama, karena kakak dari akhwat itu (perempuan juga) belum menikah, hingga akhirnya berakhir dengan “Kerusakan” juga. Takun fitnatun fil ardhy wa fasaadun kabiir ~ (terjadi fitnah/ujian di dunia dan kerusakan yang besar)”.
- Rekan saya yang bernama Najmuddin yang sama-sama lulusan Universitas Al Azhar Mesir pun tak mau ketinggalan untuk memberikan tanggapan perihal fenomena telak nikah yang terkesan dipaksakan.
“Itulah diantara Fenomena yang sudah menjamur di tradisi kita, perombakan tradisi-tradisi semacam itu amat tidak mudah dan tidak bisa sekaligus. Karenanya harus difahamkan sedikit demi sedikit melalui ceramah, artikel dan lain sebagainnya agar suatu saat fenomena sosial ini bisa berubah menjadi sebuah solusi.”
- Topik ini pun semakin menggelitik dan menarik saya untuk diperbincangkan lebih jauh di lingkup intelektual, ketika itu saya coba utarakan masalah yang sering terjadi seputar fenomena sosial ini kepada rekan-rekan dosen di fakultas dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA), komentar pun beragam, diantaranya :
- Ajaran Islam sebenarnya tidak mengenal istilah urut dalam pernikahan, yang ada adalah jika memang sudah siap menikah, umur terus bertambah, mental sudah siap maka tidak ada alasan lain yang bisa menghalangi proses percepatan menikah
- Islam tidak mengenal istilah ‘pamali’, jadi jika ada seorang adik yang melangkahi kakaknya yang belum menikah itu sah-sah saja secara agama, adapun tradisi yang berkembang di masyarakat sebenarnya ini harus di rubah secara persuasif menimbang mudorot (efek negatif) yang terjadi dari seringnya menunda pernikahan karena alasan yang dipaksakan”.
Kesimpulan dari diskusi singkat saya dengan para dosen fakultas dakwah UNISBA :
- Para orangtua dituntut lebih bijak dan melihat aspek lain ketimbang bertahan dengan tradisi yang pasti akan merugikan banyak pihak, karena kita tidak tahu bisa jadi dengan dipercepatnya proses pernikahan sang adik, sang kakak yang sekian lama melajang menjadi termotivasi untuk segera menyusul
- Dan sangat mudah oleh Allah ta’ala dibukakan jalan dan didekatkan jodohnya pasca pernikahan sang adik, adapun menunda-nunda pernikahan dengan alasan tradisi yang membelenggu diri hanya akan menambah masalah dan beban pikiran para orangtua dan putera puteri mereka khususnya.
- Bagaimanapun juga para orangtua yang kurang bijak harus bertanggung jawab atas keterlambatan anak-anaknya menikah, padahal jika dirujuk kepada anak-anak mereka, keinginan untuk menikah sangatlah besar dan itu terjadi pada kakak perempuan atau adiknya.
Oleh karenanya Islam datang membawa solusi dalam menyikapi fenomena sosial yang sering terjadi di sekitar kita, bentuk solusi itu adalah :
- Dengan segera menikahkan kakaknya terlebih dahulu jika memang sudah mendapatkan jodohnya.
- Kalaupun belum ada baiknya sang kakak dan orangtua legowo atau mempersilahkan sang adik untuk menikah dengan seseorang yang datang lebih dulu melamar demi menghindari fitnah dan kerusakan yang akan terjadi.
- Bisa saja keinginan menikah sang adik ditangguhkan lantaran mempertahankan tradisi, tapi harus memenuhi sarat yaitu bersabar dengan penundaan menikah dengan lebih menjaga diri dari perbuatan tercela, akan tetapi sarat ini pun sebenarnya sangatlah berat karena pada fitrahnya manusia memiliki dorongan seksual yang tinggi jika sudah memasuki usia dewasa.
[Oleh : Guntara Nugraha Adiana Poetra, Lc, M.A, Dosen di fakultas dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA)]