Kepada Yang Terhormat Tim Kreatif (Staff) Pak Jokowi
Saya kasihan kepada pak Jokowi, setelah soal GoT (beliau saya jamin tidak tahu isi detail serial film tersebut) kini beliau memuji pemenang E-Sport ML. Semestinya para staff memberi masukkan atau minimal konsultasi dulu dengan para gamer sejati (seperti saya contohnya uhuks..).
Saya sudah menangani anak-anak kecanduan dan maniak game sejak tahun 1998, 20 tahun lo itu karena saya mantan maniak game, jangankan rela mati, waktu itu saya sampai menggadaikan iman sholat Isya’ menjelang Subuh padahal sudah mahasiswa (Na’udzubillahi mindzalik).
Itulah kenapa saya rela mengisi acara tentang kecanduan game secara gratis-tis-tis tidak dibayar, kecuali transport dan akomodasi ya wkekek, ke seluruh Indonesia agar anak-anak tidak kecanduan dan menjadi maniak game.
FYI, untuk keluar dari maniak game saya susah payah melakukannya sendiri tanpa ada yang membantu, salah satunya dengan menjadi penulis di majalah Hotgame (Gramedia) dari tahun 2005-2008 sekaligus menjadi penulis utama majalah Winning Eleven (by product majalah Hotgame sampai 7 edisi, saya resign bubar tuh majalah WE hahaha).
Saat menikah saya rela ninggalin istri kedinginan di kamar hanya buat main game, Alhamdulillah setelah ada si Sulung saya mulai sadar dan mulai keluar dari dunia imajinasi, itu pun saya masih sering main game sama anak-anak wkekekek Saya membuat ujicoba ke anak-anak saya bagaimana agar mereka tidak sampai maniak game seperti saya, bukan hanya menyia-nyiakan waktu tapi juga habis tenaga dan biaya.
Oke sekarang kita bicara E-sport, agar mudah ditangkap pembaca kita bandingkan seperti seperti liga bola di Indonesia dan Eropa atau Amerika. Liga bola di Indonesia dapat dikatakan acak kadul berbanding terbalik dengan liga bola di sono noh, bahkan sekali main bisa dapat miliaran rupiah.
Seperti itulah E-sport, E-Sport di luar negeri sana sudah dimulai tahun 70-an dan berkembang pesat tahun 90-an di era Internet tapi catat, itu negara-negara yang bisa menjamin warga negaranya hidup walau cuma nganggur (kalau gak punya malu sama warga lainnya).
Kompetisinya juga banyak, liganya keren-keren, sistemnya sudah sangat teratur, rating gamenya jelas (ERSB contohnya), dan hadihnya juga oke.
Perlu digarisbawahi walau sudah ‘wah’ e-sport di sana tetap saja akhirnya WHO memasukkan kecanduan game sebagai gangguan jiwa dengan beberapa indikator tertentu.
Sekarang bandingkan dengan Indonesia, tidak usah bicara E-sportnya dah, soal rating game saja kita kesusahan karena banyaknya game bajakan. Jangankan ikut kompetisi yang hadiahnya miliaran, buat koneksi Inet saja sampai banyak anak yang mencuri duit ortunya.
Mau contoh anak-anak maniak game yang saya tangani, sini saya ajak mengunjungi mereka, ada yang tahunan tidak mau sekolah, ogah sholat, membentak dan memukul ibunya, bahkan bukan hitungan hari tapi minggu kagak mandi, iya nggak mandi alias ‘ora adus’ (saya kalau mau masuk kamarnya jijay-jijay gimana gitu…).
Semua itu saya bantu gratis, iya free tanpa biaya karena saya teringat masa lalu saat masih imut…
Oiya ini kita belum bicara isi gamenya lo ya, kalau sudah bicara isi gamenya tuh ustadz-ustadz sudah pasti bilang ‘haram-haram’ karena isinya ya kebanyakan kekerasan dan eksplotasi seksual.
Ya, teknologi memang netral, tergantung kita tapi juga mesti bijaksana dong. Arahkan kek anak-anak untuk produktif membuat game yang bermanfaat bukan hanya sebagai konsumen yang mengejar ‘hadiah’ semata. Buat E-sport yang menggabungkan dengan gerakan badan biar sehat dan masih banyak lagi cara positif.
Asli, saya tidak bertanggung jawab kalau nanti para anak-anak ne pada merengek bilang begini:
“La itu pak presiden saja memuji juara ML, aku mau juga juara dan dapat uang ratusan juta.”
hadapi saja sendiri, saya tidak mau ikut campur lo ya dan jangan cari saya kalau nanti tambah banyak anak-anak yang maniak game tanpa tahu jalan yang jelas.
Sinyo – Ketua Yayasan Peduli Sahabat
* Mantan maniak game
* Pedamping anak-anak yang maniak game