Di tahun 1882; Kesultanan Ottoman pernah mengeluarkan dekrit melarang warga Yahudi membangun pemukiman permanen di Palestina, sekaligus melarang izin imigrasi bagi pendatang baru Yahudi ke wilayah Palestina.
Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Yahudi demi mewujudkan ambisi mereka mendirikan Negara Israel Raya.
Sultan Hamid II; Sultan ke-34 dari kekhalifahan Turki Utsmani yang berkuasa atas Palestina ketika itu, pernah dibujuk dan dirayu oleh Theodore Herzl; seorang Yahudi militan melalui delegasinya seorang pendeta bernama Mousye Levi di tahun 1902.
Tujuannya agar sang Sultan berkenan menjual tanah pemukiman warga Palestina dengan orang-orang Yahudi. Paling tidak, mereka diberikan izin berimigrasi ke Palestina. Lantas mereka menawarkan beberapa penawaran dan kesepakatan kompensasi sebagai berikut:
1) Hadiah untuk sang Sultan pribadi sebanyak 150 juta Poundsterling;
2) Pelunasan hutang kesultanan sebanyak 33 juta Poundsterling;
3) Dana pinjaman hibah tanpa bunga sebanyak 35 Poundsterling;
4) Bantuan pembangunan Kapal Induk Perang senilai 120 Frank;
5) Pendirian Universitas Ottoman di Palestina.
Apa jawaban sang Sultan ketika itu?
“Palestina bukan milikku, bukan pula milik kesultanan Ottoman. Tanah Palestina milik kaum muslimin. Tanah itu direbut dan dipertahankan dengan genangan darah.
Meski terpotong-potong tubuhku, selama aku masih hidup, itu lebih ringan daripada Palestina terlepas dari kesultananku. Aku tidak akan berikan tanah Palestina kepada Yahudi, meski sejengkal tanah sekalipun!
Demi Allah aku bersumpah! Selama masih ada kesultanan Ottoman aku tidak akan mengizinkan orang Yahudi berada di Palestina. Kalian simpan saja uang kalian. Nanti jika Ottoman runtuh, boleh jadi kalian menguasai Palestina secara gratis. Pulanglah!”
Sesuai agenda utama Yahudi, maka hal pertama yang mereka lakukan adalah bagaimana caranya meruntuhkan tahta kesultanan Ottoman lebih dahulu agar tanah Palestina dengan mudah dikuasai.
Maka organisasi Zionis Yahudi Internasional mulai mengelola isu-isu sentral, seperti isu disintegrasi dan human right, igaleterian atas nama memperjuangkan nasionalisme Turki menjadi negara Turki Sekuler modern yang diakui negara-negara Uni-Eropa.
Orang-orang Yahudi, akhirnya menggunakan orang-orang Turki sendiri, seperti Mustafa Kemal at-Tatruk untuk merongrong dan meruntuhkan Dinasti Kesultanan Ottoman dari dalam untuk menjadikannya sebagai negara Republik Turki seperti sekarang ini.
Akhirnya, Sultan Hamid II dijatuhkan dari tahtanya pasca Revolusi Turki Muda di tahun 1908 dan resmi dilengserkan di tahun 1909. Maka sejak saat itulah, Kesultanan Islam terbesar di dalam sejarah peradaban Islam pun berakhir di tahun 1924.
Setelah perang dunia II, Inggris menguasai Palestina, kemudian Inggris menyerahkan penguasaan pada Zionis Israel, dikokohkan pula oleh keputusan negara-negara Eropa di PBB. Lengkaplah sudah!
Di tahun 1948, berdirilah negara Israel Raya di atas negara Palestina. Sejak itulah, warga muslim Palestina terjajah di atas negaranya sendiri.
Kebetulan persoalan berdirinya Israel Raya sebagai Negara, menjadi mata kuliah kami dulu di Cairo. Jadi, kami mempelajari kronologis sejarah secara detail dalam penguasaan satu semester.
Walhasil, pesan sejarahnya bahwa derita saudara kita di Palestina hari ini, berawal ketika pemimpin yang adil ditumbangkan dan digantikan oleh pemimpin yang hanya menjadi antek dan pengkhianat bangsanya sendiri. Dari sini kita perlu belajar pada sejarah!
Masih adakah Pemimpin Muslim sehebat Sultan Hamid II yang tidak tunduk dan tergiur menggadaikan kedaulatan negerinya demi kepentingan uang dan jabatan?
Masih ada kah pejabat yang tidak rela menjual aset negerinya sendiri kepada negara asing? Ataukah sebaliknya?!