Kisah ini detail diceritakan dalam buku tentang khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
Pada tahun 18 H, Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha’un Amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yg akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan. Dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah. Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.
Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?
Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. Jika kamu punya kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yang lain.
Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW.
“Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yg dikaguminya, Abu Ubaidah ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.
Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya..
Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.
Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum akhirnya wafat karena wabah Tha’un dinegeri Syam. Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.
Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam. Kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini.
Amr bin Ash berkata: “Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung.”
Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung.
Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.
Belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap, maka inilah panduan untuk kita semua :
Pertama, melakukan karantina.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas,
maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal. Mengisolasi daerah yang terkena wabah dan ini dilakukan oleh semua negara dengan berbagai modifikasinya.
Kedua, bersabar.
Karena Rasulullah SAW bersabda: “Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin, maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid” (HR. Bukhari dan Ahmad).
Ketiga, berbaik sangka dan berikhtiarlah.
Karena Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya” (HR. Bukhari).
Umar bin Khattab berikhtiar menghindarinya serta Amr bin Ash berikhtiar menghapusnya.
Keempat, banyak berdoalah.
Doa-doa keselamatan itu kita lafadzkan di setiap pagi dan sore. Contohnya membaca doa berikut ini :
Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi, say’un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul’alim (Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak berbahaya. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui).
“Barang siapa yang membaca dzikir tersebut 3x di pagi dan petang maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Kelima, jika pun terpaksa keluar rumah, maka lakukan seperti yang dilakukan Amr bin Ash ra yaitu berpencar. Menjaga jarak dari keramaian, yang saat ini disebut dengan phsycal distancing.
Semua solusi itu sudah ada, solusi langit dan bumi. Namun orang-orang yang tidak beriman hanya melaksanakan solusi bumi.
Bersabar, yakin dan berbaik sangka akan ketetapan Allah. Ikhlas dan berdoa, serta janji akan mendapat gelar mati syahid jika kita melakukan semua hal di atas dengan baik merupakan solusi langit yang perlu kita lakukan.
*Disarikan dari berbagai sumber