Sekretaris IKPM Gontor Aceh yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Syarifuddin,MA.,Ph.D terlihat ditengah-tengah jutaan massa aksi damai bela islam di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jum’at (2/12/2016).
Pria yang biasa selalu tampil dengan ‘gaya akademisi’, hari ini terlihat berbeda. Ia mengenakan pakaian serba putih dengan peci berwarna putih.
“Hari ini jutaan orang di Monas menjadi saksi, bahwa cinta dan gairah keagamaan itu masih besar. Ketika dilukai akan menjadi dorongan dan kekuatan dasyat yang tidak bisa dibendung”,kata Ust. Syarifuddin yang juga menjadi Imumchik Masjid Baitusshalihin Ulee Kareng Banda Aceh.
Syarifuddin juga mengungkapkan alasannya mengikuti aksi 212 di Monas. Menurutnya, aksi 212 adalah aksi damai. Di sana jutaan umat Islam memohon, berdoa, dan berzikir kepada Allah. Karena itulah, dia terpanggil untuk ikut bersama bergabung dengan seluruh jamaah yang hadir dari berbagai penjuru Indonesia.
“Jihad yang lebih besar sudah di depan mata. Ini saatnya kita bangkit. Bagaimana kaum muslimin bisa lebih terampil dan kompeten sehingga mampu menjadi pemimpin yang baik, pengusaha yang hebat, profesional yang tangguh sehingga memberikan kontribusi lebih besar bagi Bangsa ini. Tantangannya masih besar, perjuangan belum selesai. Yuk, jadikan diri ini lebih bermanfaat sesuai bidang kita masing-masing.”,katanya.
Disamping itu, pimpinan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry ini juga menyinggung kesalahan Ahok yang tidak bisa menjaga mulutnya. Syarifuddin menilai, ucapan penistaan Alquran terlontar dari mulut Ahok semata-mata karena ketidakpahamannya terhadap Islam.
“Kita rawat kebhinnekaan itu dengan saling menghargai. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran agar tidak ada lagi yang menistakan agama dalam berbagai bentuknya. Hanya dengan itu, harmoni bisa terjaga. Aksi ini menjadi pelajaran juga bahwa keselamatan manusia ada pada saat ia mampu menjaga lidahnya. Daging tanpa tulang ini seringkali membuat orang terjatuh.”katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pemimpin Indonesia harus peka dan mendengar aspirasi masyarakat. Menurutnya, sudah tidak zamannya lagi ketajaman hukum Negeri ini terus menghujam rakyat kecil dan elite penguasa terus bebas dari jeratan hukum.
“Perubahan demi kesatuan NKRI dan kebhinekaan Indonesia harus dimulai dari sini, Tangkap Ahooook”,tutupnya diakhir pembicaraan dengan ar-raniry.ac.id.
Sumber: Ar-Raniry.Ac.Id