Menggemanya gaung ekonomi Islam di bumi Indonesia menunjukkan arah positif terhadap eksistensi keuangan Islam. Hal tersebut dibuktikan dari laman republika.co.id menyatakan bahwa hingga Mei 2016 aset perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah telah mencapai Rp 3.952,1 triliun. Ditambah dukungan pemerintah republik Indonesia, bapak Joko Widodo menyetujui rencana pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah sebagai upaya percepatan keuangan syariah di tanah air. Bahkan, terkhusus pemerintah daerah, mendukung peningkatan industri keuangan syariah di Aceh, hal tersebut diwujudkan atas konversi bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Berdasarkan data di atas, hal tersebut tidak terlepas dari peran pendidikan yang tersebar di bumi nusantara ini menebarkan nilai-nilai syariat dalam ekonomi.
Namun, sangat disayangkan jika ada sebagian masyarakat, akademisi, praktisi, dan profesi lainnya masih meragukan konsep yang ditawar oleh ajaran Islam itu sendiri, atau bahkan alergi dengan istilah-istilah yang ada di dalamnya, sehingga sulit untuk menerima. Melewati tulisan ini saya ingin menjelaskan bahwa konsep ekonomi Islam itu sendiri merupakan bagian dari ajaran Islam. Kata-kata ekonomi dalam Islam menggunakan kata “Iqtishad”. Penggunaan kata “Iqtishad” banyak digunakan dalam tulisan ilmiah mengenai maksud ekonomi itu sendiri, bahkan di kamus terjemahan Arab-Indonesia memaknakan kata ekonomi dengan “Iqtishad”.
Lantas, saya perlu terangkan bahwa makna Ekonomi dan Iqtishad memiliki dasar yang berbeda, dimana Ekonomi merupakan derivasi dari Oikos dan Nomos yang berarti aturan rumah tangga. Istilah ini kemudian membentuk asumsi yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan atas kebutuhan manusia. Kata kunci kebutuhan merupakan suatu keperluan terhadap barang dan jasa, dimana sifat dan jenisnya sangat variatif dalam jumlah yang tidak terbatas. Selanjutnya kata alat pemuas kebutuhan memiliki ciri terbatas, yang pada akhirnya seseorang didorong bagaimana mencapai tingkat kepuasan maximal.
Inilah yang selanjutnya menjadi problem ekonomi, alat pemuas terbatas diiringi dengan keinginan yang tidak terbatas. Pada akhirnya memunculkan konsep kapitalis, yang memiliki unsur meminimalisir modal dengan meraih untung yang besar, dan seterusnya melahirkan sifat keserakahan dan tamak pada individu. Keserakahan dan tamak, yang selanjutnya melahirkan kesenjangan, ketidakseimbangan, sehingga pada hasil akhirnya menjadikan krisis dari berbagai aspek.
Nah, bagaimana dengan konsep Iqtishad ? sesuai dengan maknanya adalah keadilan dan keseimbangan, juga merupakan konsep pemenuhan kebutuhan secara proporsional, bukan atas dasar memenuhi kepuasan maksimal. Iqtishad bukan derivasi dari kata oikos dan nomos, inilah yang selanjutnya membedakan turunan penjelasan makna ekonomi dan iqtishad. Iqtishad dalam kamus Lisanul Arab berarti tujuan, yang dimaksudkan jalan yang lurus, yang adil, tujuan yang tidak berlebih-lebihan juga tidak pula kikir, tujuan yang mengarah bagaimana hidup yang tidak boros tidak pula pelit.
Konsep ini yang selanjutnya menaungi ruang lingkup ekonomi itu sendiri, produksi, distribusi, dan konsumsi. Perilaku yang berdasarkan atas dasar kebutuhan yang proporsional, hemat, bernilai, bermanfaat, lagi mendatangkan maslahat kepada umat. Namun, kita tidak dapat nafikan, bahwa istilah ekonomi lebih populer dari Iqtishad. Sehingga, kita cenderung menggunakan istilah ekonomi sebagai pengantar untuk menjelaskan konsep keuangan dan hal yang berkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
Penggunaan istilah ini tidak perlu dipermasalahkan selama hal tersebut lebih mudah dipahami oleh orang banyak. Namun, kita tidak boleh lupa konsep dasar dan perbedaan makna ekonomi dan Iqtishad. Iqtishad Islam/ ekonomi Islam merupakan ekonomi kemaslahatan, berkeadilan, ekonomi yang menjunjung tinggi naungan moral yang diilhami prinsip syariat dari Alquran dan sunnah. ekonomi Islam bukan ekonomi yang bertujuan atas pemuasan kebutuhan individu, melainkan ekonomi kemerataaan dan berkeadilan yang bernilai manfaat lagi mendatangkan kemaslahatan umat.
Ekonomi Islam tidak terpaku kepada lembaga perbankan saja, bahkan lebih dari itu, peningkatan sosial masyarakat, etika, dan moral. Ekonomi Islam merupakan ekonomi ketuhanan, ekonomi yang menjunjung tinggi nilai syariat yang diatur di dalamnya aturan jual beli, konsep perjanjian, utang piutang, timbangan, pengharaman riba dan sejenisnya. Ekonomi Islam menjunjung tinggi konsep intaj (hasil produksi).sebab, hasil produksilah yang dapat memenuhi kebutuhan manusia bukan uang, bukan pula emas dan perak.
Kenyataan pahit yang terjadi era modern ini, ketika perilaku individu lebih mengutamakan penggandaan uang dari pada hasil produksi. terlebih, akhir-akhir ini kita dihebohkan akan seseorang yang dianggap dapat menggandakan uang. Ada dua pil pahit yang kita peroleh dari isu tersebut, pertama betapa bodohnya sebagian masyarakat masih mempercayai hal yang tidak masuk akal yang dilakukan oleh seorang manusia biasa juga. Kedua, betapa jauhnya tujuan ekonomi yang dimaksudkan ajaran Islam untuk mengedepankan akan Intaj (hasil produksi).
Untuk itu, mari kembali kepada Islam, kembali disini dimaksudkan merujuk kembali untuk lebih meluangkan waktu untuk membuka mata, telinga, dan hati lebih dekat kepada Alquran dan Sunnah, sebagai way of life agar kita tidak tersesat lagi lalai dalam menjalani kehidupan yang lurus lagi benar. Wallahu ‘alam bis Shawab.
Penulis
Farid Fathony Ashal, Lc., MA
Alumni PM. Gontor 2004, Dosen Prodi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh