Oleh: Fauzul Halim
Dalam Islam pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan dalam Islam merupakan tanggungjawab yang lahir dari hadits nabi SAW :
“Setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Secara global, kepemimpinan adalah menanggung tanggung jawab terhadap kelompok, sebagaimana digambarkan oleh Umar bin Abdul Aziz:
“Ketahuilah bahwa aku bukanlah yang terbaik diantara kamu sekalian akan tetapi aku adalah seorang dari kamu sekalian hanya saja Allah telah menjadikanku sebagai orang yang paling berat bebannya di antara kamu sekalian.”
Maksudnya adalah pemimpin itu seorang pekerja bukan sekedar penguasa. Pekerja yang baik adalah yang kuat mengendalikan ego pribadinya.
Namun, pemimpin juga ‘penguasa’ dalam arti, penguasa terhadap nafsu pribadinya sendiri. Bukan penguasa harta rakyatnya. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja, ialah orang yang kuat dan juga dapat dipercaya (amanah)” (QS. al-Qashash :26).
Karena itu dalam konsep Islam, seorang pemimpin sejati adalah yanga kuat dalam pemimpin bagi dirinya sendiri. Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud mengatakan pemimpin itu pertama-tama harus bisa memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu.
Bagaimana ia mampu mempimpin masyarakat, jika tidak mampu mempimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan dalam perspektif Islam bukan sekedar bagaimana seseorang itu memanage organisasi, tapi lebih penting dari itu bagaimana ia memanage konsepsi kehidupan (Wan Mohd Nor Wan Daud dan Syed SM Naquib al-Attas,The ICLIF Leadership Competency Model: An Islamic Alternative, hal. 6).
Dari sini, kepemimpinan dalam pandangan Islam bukanlah suatu kehormatan atau keberuntungan yang didapatkan seorang pemimpin yang selalu dielu-elukan dan dipuji tapi kepemimpinan adalah beban dan tanggungjawab berat. Disinilah rahasianya mengapa rasulullah menolak Abu Dzar ketika meminta jabatan dengan sabdanya: Wahai abu Dzar sesungguhnya kamu adalah lemah dan sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat kecuali bila ditunaikan secara sempurna.”
Sebab secara global, dewasa ini kepemimpinan umat islam di dunia sedang carut marut menghadapi berbagai cobaan dan ancaman, dunia islam goyang akibat dari pada kurang istiqomah nya pemimpin-pemimpin mereka. Seperti yang terjadi di Tunisia, menjalar ke Mesir, ke Yaman, dan sekarang ini Syiria. Ini semua akibat dari pada kepemimpinannya tidak istiqomah dan kurang memperhatikan kepentingan umat.
Umumnya mereka jatuh karena ketamakan akan kekuasaan, keserakahan terhadap harta, serta penyakit nepotisme (cinta keluarga yang berlebiha). Dalam hal ini, teringat dengan nasehat K.H Hasan Abdullah Sahal yang selalu mengigatkan santri-santrinya agar waspada terhadap cobaan harta, tahta, dan wanita. Dan terbukti kejatuhan pemimpin pemimpin dunia itu tidak lepas dari 3 hal ini, yaitu: ketamakan terhadap kekusaan, keserakahan terhadap harta, dan mencintai keturunan atau keluarga yang sangat berlebihan.
Penyakit ini, dengan takaran yang berbeda juga banyak menjangkit pemimpin-pemimpin di tanah air kita ini, karna keserakahan terhadap kekuasaan dan kekayaan (korupsi) dan godaan terlalu cinta kepada kelompok dan family. Maka, di Indonesia ini sampai sekarang belum terjadi apa yang kita sebut dengan kesatuan Umat.
Oleh karena itu, pilihlah tokoh-tokoh yang berkualiatas dari segi keilmuan, akhlak, serta kecerdasan sehingga pantas memimpin Negara dan bangsa ini. Dan tokoh-tokoh tersebut harus ditempa sejak dini ditanamkan nilai-nilai kepemimpinan sesuai ajaran islam, sehingga terbentuk pemimpin yang berkualaitas dan amanah.
Membentuk pemimpin berkualitas
Dalam kenyataan hidup sosial, peran dan funsi pemimpin sangatlah penting dalam mensukseskan setiap usaha bersama. Hal ini bisa disaksikan dalam berbagai Lembaga sosial, baik politik, ekonomi, kemasyarakatan, keagamaan dan Pendidikan. Dr. KH. Abdullah Syukri zarkasyi, M.A. Bekal untuk pemimpin penagalaman memimpin gontor, hal. 17
Masalah kepemimpinan memang tidak bisa dipisahkan dengan masalah pendidikan. Pemimpin yang hebat tidak turun dari langit, tapi dilahirkan dari pendidikan yang berkualitas. Baik atau tidaknya pemimpin yang muncul sangat bergantung dengan pendidikan yang dijalani. Dalam hal membentu pemimpin berkaulitas pondok modern darusslam gontor telah meletakkan dasar-dasar kepemimpinan melalui pengalaman yang panjang dengan kualifikasi tertentu. Yang dimaksud disini adalah kecakapan dan ketrampilan.
Ada 15 kualifikasi kepemimpinan yang ditanamkan kepada para santri sebagai bekal memimpin khususnya di gontor, dan umumnya di masyarakat.
Petama, ikhlas yang menjadi dasar dalam pemimpin. Makna ikhlas, bila dicari akar katanya, bersal dari akhlasa – yukhlishu – ikhlaasan yang berarti bersih, suci, murni, tidak ada campurnya, atau cocok dan pantas.
Istilahnya, ikhlas berarti menghadirkan niat hanya karna Allah dengan upaya kuat dan bersungguh-sungguh dalam berfikir, bekerja dan berbuat untuk kemajuan usahanya dengan selalu mengharap ridhonya.
Kedua, selalu mengambil inisiatif. Yang dimaksud dengan inisiatif adalah upaya berfikir cepat dan keras untuk mencari sekian banyak artenatif.
Ketiga, jujur dan terbuka diantara dari buah keikhlasan adalah sikap jujur dan terbuka, jujur kepada diri sendiri, orang lain, pimpinan dan allah, juga harus terbuka terhadap berbagai kebijakan yang diambil.
Keempat, tegas artinya mempertahankan, melaksanakan, dan memperjuangkan kebenaran. Orang yang bisa tegas hanyalah orang yang memiliki keberanian, atau nyali.
Kelima, siap berkorban yaitu berkorban dengan segala tenaga, pikiran, harata dan perasaan.
Keenam, berkerja keras dan bersungguh-sungguh adalah wujud atau bukti seseorang memiliki cita-cita dan kemauan kuat, sebagai pemimpin, kesemangatan tersebut menjadi modal dasar bagi tercapainya cita-cita.
Ketujuh, memiliki integritas yang tinggi. Kedelapan, menguasai masalah dan dapat menyelesaikannya.
Kesembilan, membuat jaringan kerja dan memanfaatkannya.
Kesepuluh, dapat dipercaya dengan kejujuran akhirnya orang dapat dipercaya. Karena apa yang diamanahkan dapat di selesaikan dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
Kesebelas, mempunyai kemampuan berkomunikasi. Keduabelas, bernyali besar dan berani mengambil resiko ini sangat menentukan keberhasilan dalam seluruh proses kehidupan.
Ketigabelas, Bermuamalah dengan allah dan bemuamalah dengan nas.
Keempatbelas, cerdas dalam membaca keadaan dan memberi kebijakan.
Kelimabelas, berfikir inovatif.
Maka dari itu generasi muda sekarang ini harus difikirkan. Sebagaimana dulu Nabi Ibrahim As selalu memikirkan keturunannya agar menjadi Muqimasshalah (Orang-orang yang selalu menegakkan shalat). Bahkan, Nabi Ibrahim As selalu berdoa agar keberkahan yang diberikan Allah kepadanya juga diberikan kepada seluruh sanak keluarga dan keturunannya. Agar selalu ada estafet kepemimpinan agar tetap maju sehingga menuju kejayaan.
Disini Orangtua, guru-guru, dan juga para pelajar harus melakukan amal jama’i (kolektif) dan memiliki semangat juang yang tinggi untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang mampu melahirkan pemimpin Muslim yang adil dan beradab. Pemimpin yang mampu membawa Indonesia menjadi wajah peradaban baru yang akan memimpin dunia.
Pemimpin yang amanah
Pemimpin yang baik adalah yang amanah. Pola pikir, sikap, dan prilaku harus dibentuk yang mengarah kepada hal positif agar memiliki cita-cita yang tinggi sebagai pemimpin dan pejuang li’ilaai kalimatillah. Pemimpin yang berkarakter pejuang ini, akan bisa terbentuk bila mereka mereka memahami hakekat keiklhlasan, yang hanya tidak saja dipahami melalui pengarahan-pengarahan, tetapi juga melalui berbagai pelatihan, penugasan, pengawalan, dan pendekatan sejak dini.
Amanah juga artinya kemampuan untuk menjaga dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menjaga untuk rakyatnya dan menempatkan dirinya sebagai khalifatullah. Karena itu, amanah sebenarnya merupakan pengamalan adab. Sedangkan adab, lahir dari mental tauhid.
Menjadi pemimimpin harus memiliki karakter, memiliki kredibilitas, menjadi inspirsi keteladanan dan mampu menumbuhkan harapan. Pendidikan tauhid dan mental sehingga tubuh pemimpin yang amanah.
Pemimpin berkarakter yang mampu membuat perubahan masa depan bagi rakyat dan memperjuangkan perubahan itu dengan melakukan perubahan mendasar dalam pemerintahan dan masyarakat yang bertopang pada nilai-nilai syariat.
Imam al-Ghazali menasihati bahwa yang pertama-tama harus dipahami seseorang sebelum mempimpin adalah mengetahui hakikat kepemimpinan (al-wilayah) dan bahaya-bahayanya jika tidak amanah. Inilah syarat utama membangun mental dan mindset pemimpin Islami.
Kepemimpinan akan menjadi sebuah kenikmatan jika ia bekerja untuk kemaslahatan manusia sehingga mendapatkan keasyikan dalam menjalaninya karna mengerti hakikat dalam menjalani sehingga dapat merasakan makna yang hakiki dari setiap pekerjaan yang di jalaninya. Berbeda orang yang tidak memahami hakekat amanah, pasti terasa berat dalam menjalaninya.
Maka, pembentukan karakter seorang pemimpin pada dasarnya menjadi tanggung jawab semua pihak.