Sebuah Kisah Humor dari Pesantren, diambil dari Kisah Nyata, dan peristiwa persitiwa seperti hampir selalu terjadi setiap perganian pengurus OPPM di Gontor. Semua Angakatan, punya cerita uniknya masing-masing. Sekali lagi oleh-oleh dari Ust Hasanaini Juaini :
PARLEMEN DAN KABINET ALA GONTOR
Dengan keyakinan penuh saya menduga bahwa jika Pak Lukman Saifuddin, Nur Wahid atau Ahmadi ditanya: ” mana lebih khidmat sidang Komisi, Sidang Pleno dan sidang Paripurna yang di Gontor atau yang di DPR&MPR RI? Jawabnya pasti YANG DI GONTOR dong!
Bejibun alasannya: Parlemen di Gontor tak ada boongnya, tak ada gajinya, tak ada melesetnya namun manfaatnya untuk menjamin proses pembentukan manusia-manusia Indonesia dan atau dunia yang beriman, berilmu, beramal dan berihsan. Kelebihan yang tak mungkin mampu ditiru oleh DPR & MPR RI adalah bahwa di Gontor Parlemen ini setelah menyelesaikan GBHPondok, program kerja, kegiatan-kegiatan dan indikator kinerja serta anggaran biaya RAPBPondok, maka mereka semua lalu menanda tangani fakta integritas untuk menjadi ANGGOTA KABINET yang lazim disebut Pengurus Organisasi Santri Pondok Modern alias OPPM.
Sayangnya saya tidak pernah menduduki banyak lebih dari empat posisi berbeda di dalam OPPM itu yaitu; Bagian Tamu, Bagian Penerangan Bulan Ramadlan, Bagian Binatu dan Bagian Keamanan Rayon (tepatnya di Rayon Koma Sigor Lama-dimana salah seorang anak-buah saya adalah Yudi Latif yang sekarang sering banget menjadi Narsum di TV. Maklum dia hebat sejak dulu di Gontor)
Saat menjadi Keamanan Rayon inilah saya mula-mula pertama membuat taman-taman sekelilingnya dan lalu ini menginspirasi taman2 yang ada sekarang bahkan ada menteri pertamanan sekarang di OPPM konon namanya BASATINO. he he he.
Pengalaman paling mengesankan adalah ketika menjadi Pengurus Bagian Penerimaan Tamu. Bagian ini biasanya diambil dari santri kelas B dikarenakan polume kerjanya yang luar biasa sibuk meladeni tamu-tamu yang ratusan dan bisa ribuan jumlahnya dalam sehari baik makan minum, mencarikan anak-anak yang dijenguk, membersihan tempat tidur serta menjamin ketersediaan dan kebersihan kamar air di kamar mandi.
Satu kali ada tamu wali murid yang sedang melihat kami sedang mencuci beberapa ratus piring selesai sarapan pagi. Wali santri itu lalu mendekat dan menanyakan berapa gaji kami sebulan? Terang saja kami hanya tersenyum dan tidak menjawab. Setelah cuci piring kami akan menyapu puluhan kamar dan menjamin agar semua anak-anak yang kedatangan walinya bisa bertemu se-cepat-cepatnya.
Suatu kali tamu begitu banyak yang datang maka nasi dan lauk pauk serta air minum harus diambil banyk juga dari dapur umum yang kami dorong dengan gerobak. nah kebetulan sekali yang mendapat giliran adalah saudara Muhammad Arwani asal Boyolali. Dia ini badannya agak kecil bin mungil. Dan inilah akibatnya: Arwani kembali ke kantor bukannya membawa gerobak berisi nasi, lauk pauk dan air minum untuk tamu, tapi kembali dengan basah kuyup tersiram kuah sayur, diguyur air minum yang tumpah dari ember besar serta….berlepotan dengan nasi-nasi dikepalanya.
Rupanya muatan yang terlalu banyak sehingga di depan kantor bagian keamanan yang sering dijadikan tempat menumpuk besi beton itu dia menabraknya tumpukan besi beton maka diapun terangkat lalu terguling guling. Kwa kwa kwaka kaa.
Waktu menjadi anggota Bagian Binatu saya juga terkena penalti karena ada pakaian anak-anak yang rusak terbakar dimakan setrikaan. lalu peristiwa kebakaran juga terjadi pada waktu saya disana.
Akhirnya sembari menyambut diputarnya film Negeri Lima Menara, maka saya pun harus turut mengklaim sebagai SHOHIBUL MANAROH karena di bulan ramadlan tahun 1983 sayalah penguasa menara di Gontor itu. Saya menjabat anggota pengurus bagian penerangan. Kami pemegang koncinya dan hanya kami yang bisa naik ke atasnya untuk menjamin loudspeaker yang mengumandangkan Azan, Khutbah,
Pengumuman khusus dan yang paling penting dan ini harus diketahui WALSANTOR bahwa suara SERINE UNTUK MEMBANGUNKAN SAHUR dari puncak Menara Gontor itulah yang menjadi patokan sahurnya masyarakat sekujur kabupaten Ponorogo. oleh karenanya tidak boleh terjadi miss walau sekali saja.
Nah satu kali terjadilah peristiwa yang tak akan saya lupakan selama-lamanya yaitu, akibat sebelumnya terlalu penat menyiapkan capel-capel agar bisa lulus dalam ujian penerimaan siswa baru maka tanpa tidur sepicingpun saya menyetel sirine itu itu tepat waktu, lalu menunggu di Mimbar / mihrab masjid Jamik Gontor yang diresmikan Pak Hartoe itu.
Samar samar saya mendengar suara mendengung seperti suara lebah-lebah, makin lama makin mengungkit remanen-remanen kesadaran saya. dengan memaksakan diri saya mengkucek-kucek mata dan mulai… dan… ASTAGFIRULLAH mendadak saya merasa seperti terbang tinggi lalu jatuh kembali dan menciut menjadi kecil sekecil semut….itulah kira-kira rasanya ketika melihat bahwa dibelakangg punggung saya jamaah shalat subuh yang berisi tiga ribuan lebih jamaah sedang mengangkat tangan dan mengaminkan doa dari imam saat ini yaitu Al-ustaz Abdul Cholid Raimin.
Sungguh, tubuh saya memang terpaku namun hati saya mandab se mandab-mandabnya kepada saudara Muhammad Arwani si Boyolali yang terguyur kuah sayur itu. Betapa teganya dia tidak membangunkan saya ketika sirine sudah selesai, bahkan ketika azan dan iqamat.
Saya membathin: “Pasti dia mau membalas dendamnya kepada saya akibat tragedi besar si gerobak sial itu. Tapi kan sebaiknya dia harus marah kepada Allah yang mengirim tamu yang datang kok banyak banget? ” Tapi… sebentar dulu….
Saya tidak jadi marah, malah ketawa ngakak karena setelah jamaah bubar saya melihat si Boyolali justru datang dari mimbar yang sebelahnya lagi (mimbar masjid Jamik Gontor itu memang dua banyaknya dan berimpit) dia juga mengucek-ucek matanya karena baru bangun dan jauuuuuuuuuuuuh lebih parah malunya sebab dia berada dimimbar yang terbuka blas sedangkan saya ada mimbar yang sedikit menutupi. Ketawa saya makin ngakak ketika membayangkan bagaimana rupanya Ribuan jamaah shalat subuh waktu itu mentertawai Al-Akh Al-jamiiiil Al-jamil Al-Mungil Al-Diguyur Muhammad Arwani Al-Boyolali.Yah memang kami sama-sama ketiduran dan sahurpun jadi laliiiiiiiiiiiiiii.