Praktisi Pendidikan Islam. Bergiat sejak 1996.
Tim Bina Program SMPIT Teuku Umar Meulaboh. Melayani Prog.seminar dan training untuk komunitas ataupun lembaga.
Nuqaib AlAttas memandang pendidikan sebagai elemen transformatif bagi suatu bangsa dan generasi. Lewat lembaga pendidikan yang utuh, seluruh nilai peradaban, cita kemanusiaan dan bahkan motif penciptaannya akan terealisasi.
Sudah menjadi tabiat alamiah bahwa tantangan dan hambatan akan selalu mengiris laju pendidikan yang dimaksud. Baik secara sejarah, falsafah dan konteks perubahan sosial yang begitu cepat dan drastis. Belum lagi intrik kepentingam politik, kebijakan, moralitas dan kelemahan SDM.
Adalah pemting untuk menimbang dan menakar kembali vitalitas pendidikan kita dan urgensinya secara eksplisit dalam kultur kita. Dalam arti bahwa kita dapat merasakan wibawa pendidikan itu, melihat manfaatnya secara konstan lewat perilaku kaum terpelajar dan utama para guru-gurunya (juga dosen). Segala instrumen dan acuan yang dicanangkan pemerintah mesti dapat diadaptasi dengan baik oleh seluruh komponen pendidikan: utama keluarga, sekolah dan lingkungan luas). Dan acuan pemerintah itu mesti tidak bertumpu pada ideologi “proyek”,sebab akan merusak capaian pendidikan yang dicita-citakan.
Bahkan mungkin juga diperlukan perombakan struktur materi pendidikan kita, yang ditinjau masih terlalu padat dan tidak mengarah pada kompetensi signifikan serta terhubung pada life skill secara langsung. Walaupun secara konseptual arah itu telah tampak, tapi tak memberi dampak pada lulusan. Ditambah lagi padatnya prosedur administrasi pada proses pembelajaran (pendidikan) di kelas yang dituntut kepada guru.
Kita juga memerlukan inovasi yang mungkin radikal demi menyesuaikan dengan perubahan sosial (TIK) yang begitu cepat, seiring dengan pergeseran nilai di tengah masyarakat. Inovasi itu menyangkut reorientasi pendidikan kita yang sejalan dengan pemerintah, keluarga dan sekolah, yang dengannya kita bersama menggarap capaian pendidikan yang dicitakan. Reorientasi itu juga mesti searah dengan nilai lokal (tradisi Islam). Bahkan perlu meninjau kembali relevansi dan aktualisasi pendidikan Islam dalam kultur sekolah di Aceh, misalnya.
Singkatnya, pada poin inovasi ini, kita memerlukan formula percepatan dan perbaikan motoda demi mewujudkan hasil pendidikan holistik, adaptif dan menjunjung tinggi nilai nilai spitualitas (keislaman) di tengah gelombang sekularisme dan materialisne yang mencolok. Yang kedua sebutan tadi menjadi “momok” sendiri bagi pendidikan Indonesia secara umum.