Umat Islam terus diresahkan dengan munculnya tokoh-tokoh yang mengusung pemikiran liberal dalam beragama. Mereka mengklaim membawa pemahaman dan tafsir baru terhadap Islam, dengan penafsiran yang lebih segar dan kontekstual –menurutnya-. Mereka selalu mengedepanan akal dan logika untuk mengklaim benarnya argumentasi mereka. Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap akal? Apakah Islam melarang pemeluknya menggunakan akalnya?
Dalam Al Qur’an, Manusia Diminta untuk Berpikir
Kalau kita perhatikan dalam Al Qur’an, kita dapati bahwa metode Al Qur’an untuk mengajak kaumnya yang kafir agar bertauhid kepada Allah Ta’ala, yang pertama-tama adalah dengan mengajak mereka berlogika dengan akal sehatnya. Contohnya, sebagaimana yang tercantum dalam ayat berikut ini (yang artinya), “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun (yakni secara tiba-tiba) ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabb-mu atau mereka pula yang berkuasa?” (QS. At Thur : 35-37)
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah memerintah kita sebagai manusia agar bisa menggunakan akalnya dengan benar, bahwa alam semesta tidak mungkin ada dengan sendirinya, jadi pasti ada yang menciptakannya.
Akan tetapi, di antara hikmah Allah Ta’ala, Ia tidaklah membebani manusia agar mengetahui semua ilmu di alam semesta ini. Bahkan, hikmah-hikmah yang terdapat dalam Al Qur’an pun, tidaklah dibebankan kepada manusia agar mengetahui semuanya. Akan tetapi, Allah hanya menuntut manusia minimalnya agar menyadari logika paling dasar, yaitu bahwa keteraturan di alam semesta ini tidak mungkin bisa berjalan sendiri, pasti ada penciptanya, yaitu Allah. Setelah manusia menyadari dan memahami logika dasar tersebut, barulah manusia diajak berpikir logis bawah konsekuensi dari hal tersebut adalah manusia harus menyembah Sang Pencipta-nya, dan mengikuti apa yang diperintah-Nya.
Inilah hikmah besar dari Allah Ta’ala. Dengan ini, kita bisa memahami bahwa Islam bukanlah agama eksklusif. Islam bukanlah agama yang hanya bisa diterima dan dipahami oleh orang yang memiliki kepandaian ataupun kecerdasan jenius. Islam adalah agama bagi semua jenis manusia, termasuk bagi mereka yang kurang memiliki akses pendidikan yang layak, maupun mereka yang tidak memiliki kecerdasan sebagaimana yang dimiliki orang-orang jenius, asal masih bisa berpikir dengan logika dasar dan tidak sampai pada tingkat scizhophrenia (baca : gila). Karena ketika seseorang sudah sampai pada tingkat tidak bisa berpikir dengan benar alias gila, Islam justru tidak memberikan beban syariat pada orang tersebut (tidak wajib puasa, zakat, haji, dan seterusnya).