Menyoal masalah pemuda, diantara sudut pandang yang sering diangkat adalah perihal peran, tanggung jawab dan sejarah perjuangan kaum muda.
Menurut penulis, pentingnya menyorot soal kepemudaan sama dengan pentingnya memerhatikan usia kanak-kanak dan remaja. Dan menjadi pemuda adalah fase menapaki peran diri dan sosial yang lebih tinggi.
Bagi kaum kapitalis-industrialis, kaum muda adalah pasar yang menggiurkan untuk produk apapun, terutama tentang gaya hidup, nilai kekinian dsb.
Dulu pada era teknologi belum sampai pada klimaksnya, katakanlah tahun 90an kaum muda yang dinamis” diidentikkan dengan MTV.
Kini persoalan pemuda tetaplah ada, di samping kemudahan lain yang muncul. Persoalan yang paling mengemuka adalah pergeseran nilai, tercemarnya nilai lokal dengan budaya global yang penuh hegemoni dan dampak pergaulan, yang seakan serba bebas dan lepas” dari kontrol sosial (tawashau bil haq).
Di forum yang kecil ini, setidaknya ada tiga langkah untuk memberdayakan kaum muda bila di tinjau dari aspek religi. Langkah langkah ini kiranya dapat pula menangkal beberapa kendala/ancaman sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Poin dari ulasan ini adalah “Bagaimana menjadi pemuda yang bersyukur?”. Dan ada banyak catatan tentang hal -hal yang layak disyukuri oleh pemuda Indonesia: dari kondisi negeri yang cukup stabil, peluang ekspresi, akses pendidikan dsb.
Untuk mewujudkan maksud tersebut dan bersyukur atas masa muda ( hingga akhir usia 40an), berikut langkah langkah yang dapat memaksimalkan usia muda dengam merujuk dari skema Imam Ghazali dala Kitab Bidayatul Hidayah.
Pertama, merealisasikan fungsi spiritualitas diri sebagai hamba Allah dengan memelihara ibadah yang mahdhah dan mengiringinya dengan ibadah sunnah.
Ini tampak klise, tapi inilah diantara usaha terbaik yang mesti direalisasikan sejak usia muda. Saat beban Taklif telah utuh di pundak kita. Abai akan hal ini akan mendatang kerugian yang hakiki.
Kedua, mengembangkan sikap akademik, keilmuan dan penguasaan ilmu secara komprehensif. Menguasai lintas ilmu (inter disipliner) sangat baik bila merujuk ke ilmuan muslim terdahulu (6 abad sebelum Eropa bangkit dari gelap). Meskipun menjadi spesialis juga tidak buruk.
Ketiga, membangun sikap kerja, skill, keterampilan taknis-prosedural yang mendukung dunia kerja.
Terlibat dalam komunitas sosial dan bergerak dalam perbaikan masyarakat sangatlah utama. Disamping berlatih mencari penghasilan mandiri dan berwirausaha (ini yang terlambat penulis tekuni).
Bila ketiga hal di atas dapat menjadi siklus harian seorang pemuda, diharapkan akan terbangun karekter produktif sebagai salah satu wujud syukur atas waktu muda yang masih dinikmati.
Salam…
Jayalah kaum muda dalam Rahmat Allah!