Entah sudah berapa kali Saya sampaikan tentang hal ini di tulisan sebelumnya, tapi sebanyak itu pula ada wali santri yang menanyakan, ada alumni bahkan mempertanyakan tentang buah fikiran Kyai yang menurutnya keliru.
Seakan buah fikiran Kyai lain yang itu tak terhitung banyaknya tidak punya efek sama sekali. Maka itulah saya buat tulisan ini sebagai pertimbangan jika kita ingin “MENGINGATKAN” pak Kyai.
Bapak/ibu sekalian, Gontor itu adalah pesantren. Filosofi yang dibangun juga sudah pasti filosofi pesantren, bukan filosofi sekolahan saja. Artinya jika melihat Gontor itu jangan hanya,dari satu sisi saja.
Seumpama sisi MATA PELAJARAN itupun hanya satu matpel. Tauhid atau fiqihnya (yang sering di goreng kesana- kemari ya dua ini)
Atau hanya melihat sisi ke PENGASUHAN-nya itupun cuma dari sisi pembinaan MUDABBIR-nya, itupun harus saya perkecil lagi jadi mudabir keamanan
Padahal ada kelompok extrakurikuler, pramuka, konsulat, dan sebagainya yang semua, membutuhkan sosok mudabbir.
Atau bisa jadi melihat Gontor dari sisi USAHA-nya saja, itupun dari usaha UKK ( toko di sebelah gedung Rabitah, utara lapangan), padahal ada Toko besi, toko buku, percetakan, konveksi, air minum, dan masih sekian banyak lagi yang lain dan semua butuh koreksi, evaluasi, perhatian dan petunjuk pak Kyai sebagai pengasuh Gontor.
Artinya sebelum “mengingatkan” pak Kyai, ada baiknya kita berfikir juga bahwa apa yang kita ingin berikan masukan itu cuma satu hal diantara sekian hal lain yang beliau fikirkan juga. Biar kita tidak seperti anak kecil yang hari ini merengek hari ini harus ada yang kita pinta.
Ada rasa berjuta sungkan untuk memberi masukan kepada beliau mengingat kita ini siapa, dan beliau itu siapa. Urusan yang kita ingin beri masukan itu bisa jadi hanya sebutir debu diantara fikiran2 beliau yang lain. Jadi kalau bahasa saya mungkin jangan Ge – Er lah dalam memberi masukan kepada pak Kyai.
Yang kedua adalah keyakinan bahwa Gontor adalah pesantren dalam pelaksanaanya langsung di bimbing Allah. Keyakinan ini harus terbentuk dari husnudzan kita akan keputusan Kyai. Tapi percayalah, keputusan Kyai adalah kehendak Allah. Lha kalau keputusan Kyai Gontor berbeda dengan pesantren lain? Mohon diingat, bukankah keragaman adalah sunatulloh agar kita bisa saling mengenal? Para Ulama sangat biasa berbeda satu dengan yang lain, dan itu lumrah.
Jadi jika toh berbeda maka carilah kesamaannya, Jangan dicari perbedaannya.
Maksud saya, jika yang di masalahkan adalah soal qunut misalnya, maka lihatlah wong sholat subuhnya sama-sama pagi hari, sama-sama dua rokaat, adzan dan iqomatnya sama, lha terus bedanya kan cuma qunut yang memang ulama sepakat hukumnya sunnah. Lha banyak samanya kan? Jadi keyakinan yang sama jauh lebih banyak dari yang beda. Dan itulah kehendak Allah. Yakinlah itu sebelum memberi masukan.
Yang ketiga jika memang niat antum serius ingin memperbaiki Gontor, bukan kritik yang cuma receh lalu dibesar-besarkan di media bernama fesbuk ini atau malah tujuan anda ingin menjatuhkan Gontor. Maka pilihlah waktu dan suasana yang pas bagi antum menyampaikannya.
Yang perlu diingat adalah saat akan ‘mengingatkan’ Kyai, sesungguhnya siapapun kita tengah serius berhadapan dengan Kyai ribuan santri di seluruh Indonesia. Beliau sudah kenyang makan asam garam sejarah yang mungkin kita baru mendapat cerita oleh orang tua.
Beliau juga sudah sepuh, ust Hasan itu kira berusia 72 tahun, sepuh sekali. Pantas atau tidak jika memberi masukan receh kepada beliau. Jika memang harus di sampaikan, apakah bahasa yang kita akan sampaikan sudah sesuai dengan “maqam” beliau. Jika belum anda fikirkan, sebaiknya anda urungkan, karena jelas akan di hajar oleh alumni yang tidak terima Kyai-nya direndahkan, meskipun anda sama sekali tidak bermaksud demikian.
Itulah kenapa kata “mengingatkan” saya beri tanda petik. Karena memang “mengingatkan” ini perlu sejuta keberanian diantara irisan irisan rasa sungkan yang besar kepada Kyai.
Yang kami sangat sadar bahwa doa beliau diamini para santri itu masih menyelimuti kami Alumninya, baik yang biasa saja, yang baik atau yang kurang ajar sekalipun ikut beliau doakan, semoga ketidak tahuan para alumni itu kelak berbuah jadi yang akan memberikan kebaikan kepada Gontor suatu saat nanti.
Indah nian doa pak kyai kepada alumninya ini.
Jadi masih jauhlah perjalanan kita untuk “mengingatkan” pak Kyai. Karena “maqam” kita masih jauh dan apa yang mau kita berikan masukan itu pasti sudah belau fikir masak-masak atau percayalah itu sudah atas petunjuk Allah. Yakini itu, Karena kita di pesantren, dimana Allah mutlak campur tangan di dalamnya.
Yang selanjutnya, harus kita sadari bahwa Gontor ini punya 1001 informan yang memberi informasi kepada Pak Kyai tentang berbagai hal. Dari pelajaran hingga urusan bisnis pondok, bahkan sampai urusan mudabir sekalipun.
Dan informasinya jauh lebih kaya, lebih komplit, lebih informatif dari perkiraan kita yang mungkin saja hanya berazas perkiraan atau bukti kecil saja.
Jadi masukan dari kita itu alangkah lebih baiknya jikalau disampaikan saja ke asatidz di sekitar beliau, agar nanti di sampaikan kepada beliau meskipun sekali lagi saya sampaikan jangan berharap masukan anda bisa merubah keputusan dengan segera. Karena beliau tentu punya fikiran lain yang bisa jadi sama dengan anda, atau sama sekali berbeda dengan anda. Atau bisa jadi manusiawinya ustadz itu sehingga lupa menympaikannya langsung kepada pak kyai, maka antum kalau tidak sabar maka silahkankan langsung menghadap pak Kyai, dengan syarat temuilah beliau dalam kondisi, waktu, dan keadaan yang tepat.
Karena kalau kurang pas, maka habislah kita di semprot pak Kyai yang memang banyak urusannya itu.
Kyai memang bukanlah nabi, rentan berbuat salah, sebagaimana manusia lain. Tapi Kyai adalah ahlul ilmi, ini yang penting. Dan orang yang berilmu itu tidurnya saja lebih ditakuti syetan daripada orang yang sholat. Beliau adalah guru kita semua, secara nurani batin beliau sudah di jalankan oleh Allah.
Maka, hati-hatilah, sebab “menasehati” Kyai itu, numani ( bikin ketagihan). Nah pas ketagihan ini lah biasanya niat kita sudah hendak berubah. Kritik mulai semaunya, bahasa sudah mulai tidak teratur, pandangan sudah mulai sombong, merasa diatas dan tahu segalanya, ujung2nya merasa berhak mengatur Gontor, maka hati-hatilah, tahu dirilah, agar masukan kita di dengarkan dan kita tetap dalam batas kesopanan