Akal adalah pemberian terbaik oleh Tuhan untuk manusia. Dengannya manusia berfikir, mencerna dan terbimbing. Akal bagaikan menteri yang bijaksana, ia dapat membantumu mengendalikan nafsu. Akal sama halnya dengan cahaya, sedangkan marah yang didorong oleh nafsu seperti kegelapan.
Namun akal akan sendiri dan tak berdaya tanpa pengetahuan (dalam tradisi Islam, pengetahuan di bawah wahyu, disini Gibran tidak membahasnya).
Akal akan melemah tanpa pertolongan pengetahuan. Pengetahuan adalah saudara kandung akal. Akal tanpa pengetahuan seperti rumah yang tak dirawat.
Untuk itu akal membutuhkan belajar dan proses berfikir. Tanpa itu akan bagaikan tanah yang tak diolah, atau bagai tubuh manusia yang tanpa makanan.
Akal tidaklah sama dengan barang barang yang dijual di pasar. Betapun mahalnya barang tersebut tetaplah nilainya lebih rendah dari akal. Hanya orang bijaksana yang dapat menghayati nilai akal dan kelimpahannya.
Tuhan telah memberikan pengetahuan kepadamu. Sehingga dengan pemgetahuan itu engkau dapat menyembahNya. Tapi akal dan pengetahuan mestilah menuntunmu untuk memahami kekuatan dan kelemahan sendiri.
Jadikan akal sebagai penguat kewaspadaan matamu dalam menilai diri sendiri. Awasilah dirimu seakan engkau adalah musuh dirimu, dengan hal itu dapatlah engkau mengatur dirimu dan mengendalikan nafsu.
Dengan akal engkau dapat melihat masalah dari berbagai sisi dan engkau akan dapat menemukan jalan keluarnya.
Ketahuilah bahwa dengan anugerah akal dan pengetahuan, Tuhan telah berbuat Baik terhadapmu. Maka gunakanlah keduanya untuk kebaikan duniamu dan orang banyak (penulis). Untuk itu kita mesti terjaga dan bersyukur serta terhindar dari perangkap kesalahan dan kehancuran.
*Dari “Suara Sang Guru”, Khalil Gibran, terjemah oleh Ruslani, Penerbit Bentang, 1999.