Suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab meminta pegawainya untuk mendata seluruh Fakir dan Miskin di Kota Homs, supaya Pemerintah bisa memberikan bantuan langsung kepada yang bersangkutan. Ketika data Fakir dan Miskin tersebut sampai kepada Sidna Umar, beliau membacanya satu persatu. Tiba-tiba beliau berhenti dan mengkerutkan keningnya,
“Ini Saied bin Amer siapa? Gubernur Homs? Kenapa nama dia masuk dalam daftar Fakir Miskin!”, kata Amirul Mukminin.
“Benar wahai Amirul Mukminin, itu adalah Gubernur Homs. Dia memberikan semua gaji dan tunjangannya kepada Fakir Miskin di Homs”. Kata Pegawai catatan Sipil Homs.
Ketika kami tanyakan kenapa dia melakukan itu, dia menjawab…”Yah, mau bagaimana lagi, aku bertanggungjawab atas mereka selaku Gubernur, dan Allah akan menanyakan padaku tentang nasib mereka kelak”.
Ketika Amirul Mukminin bertanya apakah ada yang dikeluhkan oleh masyarakat Homs tentang Gubernurnya, pegawai itu mengatakan bahwa mereka mengeluhkan tiga masalah; dia tidak pernah keluar sebelum waktu dhuha, dia tidak pernah menerima siapapun pada malam hari, dan dalam seminggu dia pasti menghilang sehari.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab memanggil Gubernur Homs untuk menghadapnya, untuk mengetahui sebab keluhan masyarakat.
“Benar, Amirul Mukminin. Sebenarnya aku tidak enak mau mengatakannya. Aku tidak keluar sebelum dhuha karena aku harus beres-beres di rumah, aku tidak punya pembantu, dan istriku sedang sakit.
Aku tidak menerima siapapun pada malam hari karena seharian aku melayani masyarakat, sedangkan malam kugunakan untuk beribadah. Ya, seminggu sekali aku menghilang, karena aku harus mencuci pakaianku dan menunggunya sampai kering, karena aku tidak punya pakaian lain”. Jawab gubernur Saied bin Amer.
Mendengar itu Amirul Mukminin menangis dan memeluk sang Gubernur.
Setelah kembali ke Homs, Amirul Mukminin mengirim 1000 dinar untuk kebutuhan Gubernur Homs. Melihat itu, istrinya mengatakan,
“Alhamdulillah, pakailah uang itu untuk membeli kebutuhan kita dan menyewa pembantu”.
“Bagaimana kalau uang ini kita gunakan untuk hal yang lebih besar?”, kata Saied.
“Apa itu?”, kata istrinya.
“Kita hutangi Allah…”. Istrinya mengangguk oke.
Akhirnya seribu dinar itu dipisah-pisahkan dan dibagi-bagikan kepada anak yatim, janda, dan fakir miskin. Rahimallah Sayyidina Saied bin Amer beserta keluarganya.
Tidak aneh kalau ada Gubernur Khalifah Umar bin Khattab seperti itu, karena Umar bin Khattab adalah teladan mereka.
1. Kisah ini bukan untuk ditiru dan dijiplak begitu saja, dan aku menulisnya bukan untuk dijiplak dalam kehidupan sehari-hari. Poinnya bukan apa yang dilakukan beliau, seperti yang dikeluhkan oleh masyarakat Homs ataupun harus memberikan seluruh gaji serta tunjangan selaku Gubernur atau Pejabat untuk rakyat, sehingga tidak punya apa-apa, karena tidak zamannya lagi, yang perlu dijiplak dan ditiru adalah “ruh zuhud” yang beliau miliki.
2. Zuhud tidak berarti “ngegembel” dan tidak punya apa-apa. Imam Izz Abdussalam mengatakan, “Laisaz zuhdu ‘ibaratan ‘an khuluwwil yadi minal maal, wainnamaz zuhdu ‘ibaratun ‘an khuluwwil qalbi ‘anitta’alluqi bil maal”. Zuhud tidak berarti tidak punya harta, tapi zuhud itu adalah suasana hati yang tidak tergantung dan tidak gila pada harta.
Bisa saja tangan penuh harta, tetapi hati tetap tidak terikat sama harta, cukup harta sampai di tangan saja, tidak usah masuk ke hati. Sehingga bisa tidur enak karena tidak memikirkan harta, dan tidak menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta. “Kaya itu penting”, bukan “Yang penting kaya”.
3. Dalam “ A Christmas Carol”, Charles Dickens menggambarkan Uncle Scrooge yang pelit pernah berbuat amalan sedekah sedikit waktu hidup, saat mati dia melihat amalannya itu begitu besar dan sangat membantunya di alam sana, saat itu Uncle Scrooge menangis dan berharap bisa kembali hidup untuk bersedekah dengan seluruh hartanya, namun….”Too little too late” kata si Jojo. Gambaran seperti itu banyak sekali dalam Quran.
4. Peran seorang istri sangat besar dalam perjuangan suami, ketika suaminya baik dan lurus karena usaha istrinya, maka tidak salah kalau si istri mendapat kunci Surga dengan perbuatannya itu. Pesan Rasulullah….”Fazfar bizatiddin taribat yadaak…”.