DI BUKU-BUKU motivator sekuler seringkali disebutkan bahwa puncak kesuksesan seseorang adalah keberhasilan memperoleh kebebasan finansial (financial freedom). Istilah yang menggambarkan seseorang sudah kaya raya, sehingga bisa membeli apa saja yang diinginkannya.
Bagi kita kaum muslimin, puncak kesuksesan tertinggi bukan kebebasan finansial, tapi KEBEBASAN IBADAH (prayer freedom). Suatu istilah yang menggambarkan seorang muslim bisa bebas beribadah kapan pun dan dimana pun.
Tidak terhalang oleh waktu kesibukan yang lain. Bisa berlama-lama beribadah, baik yang wajib maupun sunnah. Bisa memperbanyak ibadah dan meningkatkan kekhusyukannya. Termasuk bisa bebas berlomba-lomba dalam kebajikan alias berdakwah dengan niat dan cara yang ikhlas semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah.
Sebab bukankah kita diciptakan semata-mata untuk ibadah kepada Allah? “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Inilah yang disebut dengan kedewasaan berpikir seorang muslim. Ketika ia mengejar kebebasan beribadah sebagai cita-cita tertingginya. Ia sadar sebentar lagi akan mati dan bekalnya hanya amal ibadahnya. Ia menjadi cerdas seperti yang disabdakan Rasulullah saw :
“Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas” (HR. Ibnu Majah).
Sebaliknya, ketika seorang muslim tidak sadar. Atau sadar tapi kalah dan pasrah, bahkan candu pada kesibukan duniawi dengan segala perniknya, maka ia menjadi muslim yang tak pernah dewasa. Ia kekanak-kanakan dan bodoh.
Sebab telah “lupa” dengan asal usul penciptaannya, yakni untuk ibadah kepada Allah SWT. “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. Al Hasyr: 19).
Langkah teknis untuk menjadi muslim dewasa yang cerdas tersebut adalah dengan kecerdasan mengelola waktu (time intellegence). Selalu merencanakan, menjadwal dan mengevaluasi kegiatan harian kita.
Apakah hari-hari kita sudah produktif apa tidak. Produktif dalam artian kebebasan ibadah tadi, bukan kebebasan finansial atau materi. Sebab orang yang bebas finansial belum tentu sadar untuk bebas beribadah, tapi sebaliknya orang yang sadar untuk bebas ibadah tak perlu menunggu bebas finansial lebih dahulu.
Kuncinya adalah kemauan untuk mengatur waktu dan selalu bertanya apakah waktu saya sudah produktif dalam perspektif ibadah atau tidak.
Lagi pula kalau kita renungkan lebih dalam, kebebasan ibadah adalah kunci kesuksesan lainnya, termasuk kunci kesuksesan finansial yang berkah. Bukankah kalau orang sudah dekat kepada Allah, maka Allah membantunya dan memberikan jalan keluarnya?
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (Qs at Taghabun: 4).
Semoga kita semua diberikan kemampuan dan kemauan untuk menjadi muslim yang cerdas dan dewasa mensikapi kehidupan ini sebagai tempat untuk beribadah.