(Sebuah pengalaman di mesjid Ar-Rahman, mesjid yang berdekatan dengan kampus UM)
Ada hal yang menarik ketika kita melaksanakan sholat jum’at di mesjid-mesjid Kuala lumpur.
Pertama, adanya acara ceramah mengenai banyak hal soal agama sebelum waktu sholat tiba, seperti yang pernah saya ikuti mengenai halwat, zina dan nikah sesuai syariat Islam, awalnya saya berpikir ini adalah khutbah jum’at namun setelah melihat penceramah yang menyampaikan materi terlihat santai dan lebih mengajak berkomunikasi para jamaah baru saya paham ini adalah kajian dan kemudian saya memprediksikan bahwa penceramah tadi sekaligus menjadi khatib jum’at teryata salah, sang khatib sudah terjadwal sendiri. So kalau datang ketika waktu sholat tiba, maka kita hanya akan mendapatkan khutbah jumat saja tidak dengan kajian dan termasuk orang yang merugi hehehe
Kedua, isi atau materi khutbah dibacakan dan redaksinya serupa atau sama untuk seluruh mesjid di Kuala Lumpur. Pernah saya sholat jum’at di mesjid Apium (sebuah mesjid dalam kawasan kampus) dan kawan saya jum’atan di chow ket (sebuah kawasan mirip tanah abang di Jakarta) terus malamnya kami diskusi sambil makan pa kapau dan merembes ke materi khutbah jum’at siang tadi. Saya terkejut dengan jawaban mereka bahwa isi khutbahnya sama dan isinya materi yang di sampaikan mengikuti moment atau keadaan seperti musim liburan sekolah maka isi khutbahnya bagaimana mengisi liburan dengan Islami.
Musim haji maka isi khutbah sudah tentu motivasi atau hukum bagaimana melaksanakan rukun haji. Musim pemilu pun tidak luput dari menjadi bahan khutbah jum’at. Hal ini perlu dicontoh oleh masyarakat Aceh pada khususnya karena saya melihat bahan atau materi khutbah tergantung kepada sang khatib. Sehingga bagi khatib yang kurang melihat lingkungan dan situasi akan menyampaikan materi yang kurang kondusif contoh sekarang masyarakat Aceh lagi musim pilkada dan khutbahnya tentang tata cara berwudhu.
Contoh lain, beberapa daerah digenangi banjir, bahan khutbahnya tentang etika bersyukur. Mungkin kalau kita bertanya, pak ust kenapa materinya kurang cocok?. Beliau menjawab: kan saya gak tahu kalau hari ini banjir, seandainya saya tahu jadwal saya akan ada banjir baru saya siapkan bahan “musibah antara ujian keimanan”. Kekhawatiran saya adalah materi khutbah menoton atau bahasa lain asik itu-itu ajak, asik rah jaroe rah gaki….semestinya moment khutbah jum’at yang sifatnya wajib bagi yang malas sekalipun akan memberi ilmu yang baru bagi dia. Okelah kita rajin ikut kajian Islam namun berapa persen orang macam kita?kan minoritas. So manfaatkan moment wajib ini untuk memperluas wawasan keagamaan bagi kita semua….
Ketiga, para khatib jumat dan penceramah sudah diseleksi oleh pemerintah. Isu ini saya dapatkan dari seorang ust yang sudah lama mengajar dan tinggal di Kuala Lumpur. Ia menuturkan bahwa semua khatib dan penceramah wajib mengikuti test atau ujian untuk mendapatkan sijil (ijazah, sertifikat atau surat) yang menjelaskan dianya “aman” artinya sang khatib/penceramah tersebut bebas dari virus-virus penyakit Islam seperti liberalisme, wahabi, syiah, dan atheis.
Upaya ini boleh kita beri apresiasi tinggi untuk kelangsungan keagamaan bagi masyarakat muslim di Kuala Lumpur sehingga orang-orang liberal, wahabi dan syiah tidak bebas untuk menabur benihnya. Nah, materinya sudah ada yang disiapkan oleh pemerintah bagian keagamaan tinggal dibaca oleh sang khatib yang sudah mendapatkan sijil maka tidak heran kalau kita melihat sang khatib jum’at mayoritas muda-muda dan untuk jamaah juga bisa membaca melalui infokus atau proyektor layar cukup besar yang terpampang di dinding depan (lihat foto).
Keempat, durasi khutbah relatif singkat. Dikarenakan materinya sudah ada dan tinggal dibaca maka durasi penyampainya akan selesai pada waktunya. Menurut saya ini hal positif karena para jamaah mempunyai kegiatan yang berbeda setelah sholat jum’at dan biasanya sebuah kantor (yang saya dengar berdekatan mesjid India) memberi izin untuk jumaatan hanya 2 jam.
Selama 2 jam mereka harus makan, istirahat, sholat jum’at dan kembali ke kantor. So bagaimana kalau durasi khutbah yang panjang? Bisa jadi kelaparan, terlambat dan terganggu agenda lainnya. Disamping itu durasi khutbah yang panjang akan muncul dilema bosan, jenuh, dan ketiduran bagi sebagian jamaah apalagi kalau khatibnya kurang diminati.
Kelima, adanya tambahan doa-doa untuk pemimpin pemerintahan. Sang khatib pada khutbah kedua setelah membacakan doa untuk kaum muslimin pada umumnya akan membacakan doa-doa untuk pemimpin negeri mereka. jika masjidnya di Kuala Lumpur maka ada doa untuk yang Dipertuan Agong, sedangkan jika sholat di masjid negeri misalnya di selangor atau di negeri sembilan maka doa bukan untuk Yang Dipertuan Agong, tetapi diberikan untuk sultan dan ada juga dengan mengabungkan yang dipertuan agong bersama sultan.
Untuk hal ini juga bagus untuk kita tiru agar pemimpin-peminpin Aceh seperti gubernur dan bupati didoakan menjadi baik jika ia buruk dan menjadi lebih baik jika ia baik. Namun saya tidak setuju kalau doa untuk gubernur non muslim, apalagi dia orang yang mendustai, menistai atau menodai agama Islam…
Begitulah jumatan di mesjid kuala lumpur dan saya kira ada hal-hal positif yang kiranya bisa kita ambil agar kita menjadi umat yang lebih baik…..
Just opinion
Wa Allahu a’lam…