Yahanu ini adalah katgeri fi’il (Kata kerja) dalam bahasa Arab. Saya tidak tahu ini bentuknya fi’l Madhi (Pas Tense) atau Fi’l Mudhari’ (Present Tnese). Tapi bahasa ini digunakan oleh santri Gontor untuk berbagai kata ganti (Dhomir). Secara linguistik saya tidak tahu artinya apa, tapi istilah ini biasanya di berikan untuk menomentari seseorang yg “sok/merasa” (Sengaja saya beri tanda petik).
“Ente yahanu Jiddan (Kamu sok sekali)”
“Huwa dzalik yahanu mahir Qurrorul Qaddam” (Dia itu sok bisa main bola)
“Lastu Yahanu mahir ye, lakin astati’ haqiqotan” (Ane bukan sok, tapi bisa benaran)
Kenapa istilah ini muncul, karna banyaknya hal-hal yang membuat anak-anak Gontor itu menjadi “Yahanu”. Da sengaja dibikin percaya diri dengan yahanu itu. Bagian Keamanan berdiri dengan tidak boleh tersenyum denga tatapan mata tajam dan diminta untuk berteriak keras. Bajunya berjas dan dengan penampilannya dibuat berwibawa sekali, ini adalah juga yahanu ala Gontor. Di Gugus Depan kepramukaan, para pengurusnya di wajibkan berpaiakain pramuk lengkap dengan berbagai atribut kepramukaan. Dari mulai tali peluit melingkar rapi, sampai peci hitam dengan tanda Garuda di sebelah kanan. Membawa tongkat komando ala militer, mereka inipun dilarang cengegesan di depan anggota pramuka yang lain.
Ketika pergantian OPPM (organisai pelajar) Maka para pengurus lama berjas rapi dengan mambawa map laporan berjalan ke Aula untuk serah terima jabatan. Diringi musik yang membuat siapapun terbakar semangatnya. Menatap lurus kedepan dan berjalan laksana paspampres (pasukan pengawal presiden) cepat dan tanggap. Yang koordinator pramuka juga demikian. Ini malah diringi suara marching Band yang menggelora, ibarat pasukan yang mau berangkat perang, satu persatu para pengurus memasuki ruang aul gedung pertemuan.
Para Guru diminta memakai dasi yang rapi, kalau perlu berjas dalam mengajar. Baju masuk, sepatu bersih dan rapi, beberapa buku pegangan guru bahkan belum boleh dimiliki santri, karena untuk menjada wibawa Guru ini. Sekali lagi, ini semua sebagai bentuk ‘Yahanu” dalam artian yang baik. Karena biasanya, para santri yang di didik Yahanu ini punya kebiasaan percaya diri yang tinggi, sehingga mampu mengerjakan sesuatu yang sebeluknya bahkan tahu saja juga belum.
Jadi “Yahanu” dalam arti yang baik ini adalah ajaran Gontor. Untuk memupuk percaya diri, akhirnya terpacu untuk melatih kemampuan, sehingga akhirnya menjadi sesuatu yang diharapkan. Inilah “yahanu” yang senagaj diciptakan oleh Gontor kepada sleuruh santrinya. Jadi Mudabbir (Pegurus Asrama) yang jangan main-main, harus serius, karena pada pandangan santri Mudabbir itu disegani, dan senagaja dididik untuk disegani. Jadi pengurus olah raga harus serius, harus bisa main juga, maka karena ada tuntutan itu maka orang yang ga bisa main bola maka dia akan berlatih mati-matian untuk bisa main bola dan akhirnya memang jadi bisa…
Mungkin bahasa kerennya adalah afirmasi ya. Yahanu mahir Bahasa Arab jadinya bisa bahasa Arab, Yahanu bisa main bola jadinya mahir betul bermain bola, Yahanu bisa bahasa Inggris, Yahanu bisa Pramuka, Yahanu bisa yang lain, tapi dilakukan dengan sungguh-sungguh, hasilnya luar biasa matang dan jadi betul.
Kata Kyai Hasan, beliau pernah berkata…
“Jadi kalau menikah dengan anak Gontor itu harus dilihat 5 hal. Pertama li Jamalihi (Ketampanannya) kedua li nashobihi (keturunannya) ketiga li mmaliha (Kekayaannya) yang ke empat li diiniha (Agamanya) nah yang terakhir sya tambahi ini…li yahanu-uhu (Karena Yahanu-nya)..ha..ha…
Kamu (sambil menunjuk ke salah satu Alumni) wajahmu itu biasa-biasa saja, tapi kok dapat Istri cantik. Ini pasti gara-gara Yahanu-mu ini…cumam mungkin sekarang jadi mahir beneran…”
Jadi siapa bilang belajar “Sok” itu tidak ada gunanya?? He..he…percaya diri lah…